Senin, 20 Februari yang lalu rencananya Staf Dinas Kelautan dan Perikanan ( DKP ) Bantul dan Propinsi DIY akan datang di Desa Tirtohargo.
Maksud rencana kedatangan DKP ini untuk mensurvey lokasi rencana penanaman 37 ribu batang Mangrove pada tahun ini. Namun karena beberapa hal yang ada di Kantor, maka acara tersebut tidak terlaksana. Dan "katanya" baru terlaksana Selasa, keesokan harinya, yang kemudian tim didampingi oleh Pak Dwi dan Kuncoro ( KP2B juga Pokja Mangrove ) melakukan survey lapangan.
Hasilnya.....?
Terlepas dari hasil kunjungan dan survey lapangan tersebut, alangkah lebih baiknya jika lokasi penanaman mangrove tidak hanya berada di sekitar Mangrove yang sudah ada sekarang ini,
namun harus lebih dikembangkan untuk kawasan yang lebih luas, mulai dari ujung timur desa Tirtohargo sampai ke dekat Pantai Samas ( Srigading ).
Hal ini karena kawasan ini mempunyai sejarah yang sama dalam proses pembentukan delta/muara/endapan/kawasannya, hanya saja terpisah dalam administrasi kewilayahan.
Tentunya untuk mewujudkan maksud tersebut perlu didukung oleh kedua pihak pemerintah desa ( Srigading - Tirtohargo ) tidak hanya masyarakat pada tingkatan paling bawah. Pihak desa sebagai unsur pimpinan pemerintah di tingkat masyarakat harus lebih peduli dan perhatian dengan niatan tulus dari masyarakatnya dalam proses pengembangan Kawasan Mangrove ini. Bagaimanapun upaya keras yang telah dilakukan oleh masyarakat secara swadaya ( tanpa mendapat "upeti" ) tanpa didukung dan diperhatikan oleh pemerintah desa maka masyarakat akan merasa ditinggalkan dan merasa tidak dipedulikan. Ujung-ujungnya ya berjalan tanpa acuan dan pastilah banyak keluhannya.
Kalau saja dilihat wilayah dari ujung Timur sampai ujung Barat kawasan ini, merupakan kawasan pasang surut air laut, juga merupakan muara dari Sungai Opak dan Winongo yang dengan karakternya seringkali banyak dipengaruhi oleh kondisi di hulu/di atas sana. Sewaktu-waktu ( khususnya musim hujan ) bisa datang banjir dengan kapasitas besar maupun kecil yang sangat mempengaruhi ( baik merusak ataupun memperbaiki ) kawasan ini. Sehingga kegiatan yang dilakukan di Kawasan ini juga tidak bisa dilakukan sepihak saja oleh masing-masing wilayah desa, apalagi oleh sepihak masyarakat . Mau tidak mau harus dibuat sebuah pola kegiatan / aksi secara bersama dan di"paten"kan untuk mewujudkannya. Rencana Kegiatan/aksi yang di"paten"kan ini menjadi acuan ketika sebagian masyarakat akan melakukan aksi, tinggal membuka arsipnya dan melihat dimanakan bagian kawasan yang akan dilakukan kegiatan/aksi.
Sebuah rencana matang/besar harus disiapkan dengan mengumpulkan " rencana-rencana kecil" dari masing-masing wilayah. Maksudnya adalah pemerintah harus mengambil rencana aksi yang sudah diangan-angankan oleh sebagaian masyarakat yang peduli dengan kawasan ini, dari petani sekitar, dari nelayan sekitar, yang nota bene sehari-hari berkehidupan di wilayah ini.
Sehingga rencana matang/besar tadi tidak akan bertentangan dengan keberadaaan penghidupan masyarakat disekitarnya.
selanjutnya..........?
.................
0 comments:
Post a Comment