Sosialisasi KPTK

Sosialisasi Pengembangan Hutan MangroveBerbasis Masyarakat

Kelompok Pelaksana Teknis Kegiatan  ( KPTK )

Desa Tirtohargo Kretek Bantul DIY

 

Hari tanggal       : Selasa , 11 Desember 2012

Waktu                : Jam 08.00 sd 14.00 WIB

Tempat  : Balai Desa Tirtohargo Kretek Bantul

 

Sambutan dan Pembukaan :

1.       Laporan Ketua Panitia KPTK Desa ( Kardjono )

Disampaikan mengenai kegiatan sosialisasi Program KPTK dalam rangka Pengembangan Hutan Mangrove di Desa Tirtohargo , yang diikuti oleh undangan warga masyarakat sejumlah 100 orang, dari 6 dusun di desa Tirtohargo.

Juga memberikan uraian singkat mengenai keberadaan hutan mangrove di Bubakan, yang notabene berada pada kawasan “wedi kengser” atau tanah tumbuh karena endapan lumpur sungai Opak, juga merupakan sebagian dari wilayah “SultanGround” dan juga wilayah”pangonan” yang dimanfatkan warga untuk kehidupan sehari-hari baik untuk merumput, bertani maupun nelayan.

2.       Sambutan dan Pembukaan ( Camat Kretek , Abani )

Dalam sambutan pra pembukaan sosialisasi ini bapak Abani mengawali dengan “gaya bicara” yang khas dengan banyak “clethukan” untuk menggugah semangat dan gairah warga. “keinginan kita itu harus diwujudkan dengan suatu usaha, tidak hanya dengan meminta dan meminta” begitu katanya.

Selanjutnya bahwa hutan Mangrove desa Tirtohargo sudah diakui dan diketahui oleh banyak pihak , bahwa adanya hutan Mangrove dapat sebagai pencegah abrasi sungai, abrasi laut, terjangan angin, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai obeyek wisata andalan, asalkan dikelola dengan cara yang benar dan profesional.

Oleh karena itu warga masyarakat didukung oleh Desa harus berani”njoget” terlebih dulu agar nantinya ada income/fee dari tarian kita itu. Dan saat ini sudah ada modal dana sejumlah Rp 214 juta dari pemerintah , selanjutnya tinggal bagaimana masyarakat desa Tirtohargo memanfaatkan dan mendayagunakan agar dana ini bisa terserap dan berguna seperti yang diimpikan.

Hutan Mangrove yang dikembangkan ini, harus dialokasikan untuk kepentingan anak dan cucu kita nanti. Hutan Mangrove harus bisa menjadi “sawah” baru bagi anak cucu kita nantinya, mengingat sawah yang sekarang ini sudah mulai menyusut.

Terkait dengan UU Keistimewaan Jogjakarta, Bapak Gubernur berharap masyarakat wilayah pesisir harus bisa menjadi gerbang dan wajah bagi DIY.

Berperan sebagai Wajah, maka desa harus bermake-up sehingga menjadi cantik dan menjadi penerima tamu yang baik bagi tamu-tamu yang akan berkunjung.

Sebagai Gerbang, maka dengan dilaksanakannya pembangunan bandara, jalur jalan lintas selatan, dan pelabuhan maka siapa saja boleh masuk ke Jogjakarta tanpa pandang.

Masyarakat pesisir harus bisa menjadi Istimewa untuk Jogja.

Bubakan yang dalam catatan sebagai Tanah Pangon, Sultan Ground, Wedi Kengser kedepan untuk pengembangan maka masyarakat harus berbenah bersama dengan pemerintah desa maupun tingkatannya, harus saling membantu dan mendukung.

Oleh karena itu agar kedepan tidak terjadi persoalan maka perlu adanya sosialisasi untuk pemanfaatan lahan demi kepentingan bersama dan umum, desa punya kewenangan untuk menata warga dan warga juga harus mau untuk mendukung dan mengembangkan apa yang sudah dirintis oleh desa, intinya keterpaduan dan berbasis pada masyarkat berarti masyarakat harus menjadi subyek pelaku.

Dalam kenyataannya tanah garapan tetap dimanfaatkan oleh warga, hanya kalau boleh sebagian kecil direlakan untuk penanaman Mangrove, sehingga bisa seimbang dan bermanfaat bagi semua.

Dan tentunya ada fasilitas pendukung untuk pengembangan seperti jalan, akses wisata, sarana umum, mck, kuliner dan sebagainya.

Untuk pengembangan desa harus mengupayakan mengalokasikan lokasi seluas 25 ha, yang nantinya dapat dijadikan rencana resort dengan berbagai akses pendukungnya, oleh itu harus disusun sebuah granddesign.

Dengan banyaknya bantuan yang masuk ke desa, desa “dilulu” untuk dapat menanggapi bantuan tersebut.

Tambahan bapak Jumakir ( Kasie Pem Kecamatan Kretek )

Banyak program yang akan bergabung dalam program Mangrove, seperti obyek wisata, sehingga perlu diikuti aturan-aturan yang perlu dan pokok. Dalam hal keistimewaan kedepan akan dilaksanakan inventarisasi dan identifikasi tanah – tanah kesultanan untuk peningkatan status mengenai kejelasan hukum dan pemanfaatannya baik oleh masyarakat maupun pemerintah setempat, karena banyak tanah SG yang sudah beralih fungsi, bentuk karena dimanfaatkan warga untuk pertanian dan juga untuk pemukiman/bangunan.

Selanjutnya untuk pemanfaatan lahan yang sekarang diolah warga untuk pertanian, dan akan ditanam Mangrove harus ada komunikasi dan sharing untuk menjaga timbulnya kemungkinan persoalan dikemudian hari.

Setelah tambahan dari pak Jumakir selanjutnya acara secara resmi dibuka oleh Bapak Abani, Camat Kretek.

 

3.       Sesi Sosialisasi I                      :  Lis Ratriyana Nugrahawati S,IP, M.Si ( PMD Bantul )

Pemerintah meminta kepada warga masyarakat agar bisa menjalankan kewajiban dalam pengambangan Mangrove. Agar semuanya dapat bermanfaat bagi warga masyarakat.

Pemerintah hanya memfasilitasi, tentunya yang harus aktif adalah masnyarakat dengan didukung oleh pemerintah desa setempat.

Pemda mendorong masyarakat untuk pengembangan Mangrove, anatara lain bertujuan untuk :

-          Konservasi pelestarian wilayah pesisir / pntai terutama untuk penahan abrasi dan angin

-          Peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan kawasan Mangrove sebagai usaha tambahan, misal untuk perikanan dan lain-lain

-          Pembuatan grand design yang lebih mapan

Kedepan harus diperhatikan hak dan kewajiban masyarakat dan pemerintah untuk pemanfaatan lahan Mangrove tersebut.

Dana Rp 214 juta ini sudah dibagi-bagi sesuai dengan usulan program kegiatan, termasuk untuk pembelian bibit dan alat-alat serta pemberdayaan.

Rencana kedepan tidak hanya berhenti pada penanaman dan memanen ikan, tapi harus dipikirkan kelestarian program ini, itu ada pada masyarakat dan pemerintah.

Kedepan pemanfaatan dan pengelolaan Mangrove bisa diupayakan terbentuk BUMDes, sebagai hutan wisata, pusat kuliner, produksi pertanian, kerajinan/souvenir.

Tirtohargo harus bisa mengendalikan investor yang masuk dengan masyaarakat sendiri sebagai subyek pelaku langsung, agar bisa mengelola, memanfaatkan dan mendapat hasilnya dari pengembangan Mangrove ini. Dengan adanya pengembangan 30 ha yang belum diberdayakan perlu adanya grand design  yang sesuai dan mapan.

Dalam RPJMKabupaten rencana pengembangan Mangrove sudah masuk  sebagai pengembangan obyek wisata dan harus dijalin kerjasama yang baik antara lembaga masyarakat yang lain, yang juga untuk pembuatan embrio BUMDes.

4.       Sesi Sosialisasi II                    :  Ir Siti Nurjanah, M.Si ( Dipertahut Bantul )

Mangrove merupakan hutan yang tumbuh di lingkungan pasang surut, terutama dipantai yang terlindung, laguna dan juga muara.

Ada lebih dari 200 jenis Mangrove, dan Bakau/Rizhopora merupakan salah satunya.

Dari yang banyak itu di Tirtohargo ada jenis Rizhopora, Avicennia, Bruguera dan Nypa. Avicennia yang banyak tumbuh di kawasan ini, karena mudah hidup dilahan yang agak kering dan lebih tahan terhadap cuaca.

Mangrove juga dapat dimanfaatkan secara ekonomis dan ekologis. Sebagai pelindung, penahan endapan, tempat biota dan lain-lain; juga sebgaia bahan kayu bakar, pariswisata , penelitian dan pendidikan.

Dalam penanaman dan perawatan perlu diperhatikan jarak tanam dan kerapatan, serta kondisi aliran sungai/ombak dan waktu/musim penanaman.

Dalam perawatan perlu juga mangrove dibersihkan dari sampah, dan penggantian bibit yang mati serta perlu dilakukan pemupukan, agar dapat tumbuh dengan baik.

5.       Sesi Sosialisasi III                   :  Husein ( Bapeda Bantul )

Pada kesempatan ini tidak bisa hadir, terkait dengan kesibukan. Sehingga sesi hanya dilakukan pembagian bahan bacaan kepada peserta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment